10 Saham Fundamental Bagus Saat IHSG Terkoreksi

saham fundamental bagus

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang empat bulan terakhir menunjukkan tren yang menguat, mencatatkan reli dari Juli hingga Oktober 2025. Namun, para analis menilai bulan November bisa menjadi titik jeda  koreksi sehat yang kerap terjadi sebelum akhir tahun. Meskipun tampak seperti sinyal hati-hati, bagi sebagian investor jeli, ini justru bisa menjadi peluang terbaik untuk memburu saham fundamental bagus dengan harga lebih murah.

Berdasarkan pengalaman di tahun-tahun sebelumnya, seperti 2017 dan 2021, pola pergerakan IHSG menunjukkan kemiripan. Setelah reli beberapa bulan, indeks sempat melemah di November sebelum kembali menguat di Desember berkat efek window dressing. Karena itu, koreksi kali ini bukanlah alarm bahaya, melainkan sinyal untuk mulai mengoleksi saham berpotensi tinggi yang memiliki dasar bisnis kuat.

Sentimen yang Mempengaruhi IHSG di November 2025

Beberapa hal yang menyebabkan ini terjadi yaitu:

Rebalancing MSCI Bisa Memicu Volatilitas

Setiap enam bulan, MSCI melakukan peninjauan ulang komposisi indeks globalnya. Untuk periode November 2025, pengumuman dijadwalkan pada 5 November dan akan berlaku efektif mulai 25 November. Momen ini seringkali menjadi sumber volatilitas karena banyak dana asing menyesuaikan portofolionya mengikuti perubahan komposisi indeks.

Beberapa saham yang diprediksi akan masuk ke indeks MSCI, seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), berpotensi mengalami lonjakan permintaan. Sementara itu, saham-saham seperti PT Kalbe Farma (KLBF), PT Indofood CBP (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur (INDF), dan PT Petrindo Jaya Kreasi (CUAN) disebut berisiko keluar atau turun kelas. Perubahan-perubahan ini bisa menciptakan ketidakpastian jangka pendek di pasar saham Indonesia.

Tidak Ada Rapat FOMC: Pasar Berjalan Tanpa Panduan Baru

Pada November 2025, The Federal Open Market Committee (FOMC) tidak mengadakan pertemuan kebijakan suku bunga. Kondisi ini berarti tidak ada katalis baru yang bisa mendorong pasar global. Namun, notulen rapat Oktober akan dirilis pada 19 November, dan isinya bisa memengaruhi persepsi pelaku pasar terkait arah kebijakan moneter The Fed. Minimnya sinyal baru bisa membuat pasar saham global  termasuk IHSG  cenderung bergerak sideways atau bahkan terkoreksi ringan.



Shutdown Pemerintah AS Masih Berlanjut

Sejak 1 Oktober 2025, Amerika Serikat mengalami shutdown akibat kebuntuan anggaran di Kongres. Kondisi ini memicu ketidakpastian karena sejumlah data ekonomi penting seperti inflasi dan tenaga kerja tertunda perilisannya. Investor global menjadi lebih berhati-hati dan cenderung beralih ke aset aman seperti obligasi AS, sehingga terjadi capital outflow dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Jika shutdown berlangsung lebih lama, pertumbuhan ekonomi AS bisa terganggu dan permintaan global melemah, yang pada akhirnya menekan pasar saham emerging markets.

The Fed Belum Pasti Lanjutkan Pemangkasan Suku Bunga

Meski The Fed menurunkan suku bunga 25 basis poin pada Oktober 2025, muncul kekhawatiran bahwa pemangkasan tersebut bisa menjadi yang terakhir tahun ini.

Jika The Fed memilih bersikap hawkish, pasar akan menafsirkan bahwa inflasi belum terkendali dan suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama. Hal ini tentu bisa menekan valuasi saham global, termasuk IHSG. Namun, jika The Fed justru khawatir dengan perlambatan ekonomi, pasar juga bisa merespons negatif karena meningkatnya risiko resesi.

Bank Indonesia Cenderung Menahan Suku Bunga

Bank Indonesia pada 22 Oktober 2025 memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya, meskipun pasar berharap akan ada pemangkasan. Langkah ini mencerminkan sikap hati-hati dan fokus menjaga stabilitas rupiah di tengah ketidakpastian eksternal. Dengan inflasi yang masih terjaga, BI memilih menunggu kepastian arah kebijakan The Fed sebelum mengambil langkah lanjutan.

Bagi investor, keputusan ini berarti stabilitas makroekonomi tetap terjaga, dan jika pasar global mulai pulih, ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga akan terbuka lebar di kuartal berikutnya.

Potensi “Window Dressing” di Akhir Tahun

Selain faktor-faktor eksternal, ada satu momentum khas pasar saham Indonesia yang perlu diperhatikan: window dressing. Fenomena ini biasanya terjadi menjelang akhir tahun, ketika manajer investasi melakukan penataan portofolio agar kinerja tahunan terlihat lebih baik. Akibatnya, banyak saham berfundamental kuat mengalami kenaikan harga signifikan di bulan Desember.

Dengan asumsi IHSG terkoreksi di November, investor yang mulai mengakumulasi saham fundamental bagus sejak awal bulan bisa menikmati potensi rebound saat window dressing berlangsung.



Daftar Saham Fundamental Bagus untuk Dikoleksi di November 2025

Koreksi pasar sering kali membuka peluang emas untuk mendapatkan saham berkualitas dengan harga diskon. Berikut beberapa saham yang dinilai memiliki fundamental kuat dan potensi pertumbuhan menarik di tengah volatilitas:

  1. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) – Konsisten mencatatkan laba tinggi dengan margin stabil dan dividen besar.
  2. Bank Mandiri (BMRI) – Profit margin di atas 30% dan valuasi masih tergolong murah untuk ukuran bank besar.
  3. Bank Negara Indonesia (BBNI) – PBV di bawah 1, menunjukkan valuasi masih undervalued dengan potensi kenaikan.
  4. Bank Central Asia (BBCA) – Bank paling efisien dengan net profit margin tertinggi di sektor keuangan.
  5. Bank Tabungan Negara (BBTN) – Harga saham sempat terkoreksi, namun fundamental bisnis perumahan masih solid.
  6. Telkom Indonesia (TLKM) – Stabil di tengah ketidakpastian, dengan dividen dan arus kas yang kuat.
  7. Astra International (ASII) – Diversifikasi bisnis yang luas menjadikan saham ini defensif dan potensial.
  8. Bayan Resources (BYAN) – Meski valuasi tinggi, profitabilitas perusahaan batubara ini masih terjaga.
  9. Maybank Indonesia (BNII) – PBV rendah dan potensi peningkatan kinerja keuangan di masa pemulihan ekonomi.
  10. Bank Syariah Indonesia (BRIS) – Pertumbuhan pesat di sektor keuangan syariah dengan dukungan pemerintah yang kuat.


Penutup

Koreksi IHSG pada November 2025 bukanlah tanda bahaya, melainkan kesempatan bagi investor untuk mengakumulasi saham fundamental bagus sebelum reli akhir tahun dimulai. Dengan adanya sentimen rebalancing MSCI, kebijakan The Fed yang belum pasti, dan potensi window dressing di Desember, November menjadi bulan strategis untuk menata portofolio.

Dalam dunia investasi, kesabaran dan disiplin selalu menjadi kunci. Saat banyak investor panik karena koreksi, mereka yang fokus pada fundamental perusahaan justru punya peluang besar untuk memetik hasil manis di masa mendatang.

Jadi, alih-alih khawatir menghadapi ketidakpastian pasar, manfaatkan momentum ini untuk memperkuat posisi di saham-saham pilihan dengan kinerja finansial solid dan prospek jangka panjang menjanjikan.


Sumber data: CNBC Indonesia