Pasar modal Indonesia terus menyajikan dinamika yang menarik, apalagi menjelang akhir Agustus 2025. Di tengah hiruk-pikuk saham teknologi dan komoditas, sebuah fenomena unik kembali mencuat dan menarik perhatian para investor kawakan maupun pemula. Ya, kita sedang membicarakan saham backdoor listing sebuah strategi masuk ke bursa efek yang sering luput dari perhatian publik, namun diam-diam bisa mengubah nasib sebuah perusahaan kecil menjadi raksasa dalam semalam.
Salah satu contoh terbaru yang menjadi sorotan adalah saham PT Diamond Citra Propertindo Tbk (kode: DADA). Dalam waktu singkat, harga sahamnya melonjak tajam, didorong oleh rumor kuat akan terjadinya aksi backdoor listing oleh perusahaan asing besar asal Jepang. Lalu, apa sebenarnya makna di balik strategi ini, dan mengapa para investor global menyukainya?
Memahami Apa Itu Saham Backdoor Listing
Backdoor listing adalah mekanisme ketika sebuah perusahaan yang belum terdaftar di bursa (non-listed) masuk ke pasar modal dengan mengakuisisi perusahaan publik yang sudah terdaftar. Dengan cara ini, perusahaan tersebut tidak perlu melewati proses penawaran umum perdana (IPO) yang biasanya panjang, mahal, dan kompleks.
Strategi ini juga dikenal dengan istilah reverse takeover (RTO) atau reverse merger, karena perusahaan yang sebenarnya lebih kecil justru diambil alih oleh entitas yang lebih besar dan belum go public.
Biasanya, setelah akuisisi, perusahaan publik tersebut akan berubah nama, arah bisnis, bahkan manajemennya, sesuai dengan identitas dan rencana ekspansi perusahaan yang masuk. Proses ini memberi jalan pintas bagi perusahaan swasta untuk menjadi emiten dalam waktu yang relatif cepat.
Studi Kasus 2025: DADA dan Potensi Transformasi Besar
Saham DADA awalnya tidak banyak dilirik. Dengan harga hanya belasan rupiah, perusahaan properti ini tergolong saham mikro yang biasa-biasa saja. Namun, semuanya berubah di bulan Agustus 2025. Harga saham DADA melonjak drastis dari Rp 12 menjadi Rp 28 hanya dalam hitungan minggu.
Apa yang memicu lonjakan tersebut?
Rumor kuat menyebutkan adanya perusahaan besar asal Jepang yang akan melakukan backdoor listing melalui akuisisi DADA. Dengan modal yang besar dan pengalaman global, perusahaan ini diperkirakan akan menyulap DADA menjadi entitas bisnis baru yang jauh lebih besar dan lebih bernilai.
Pasar langsung merespons dengan antusias. Permintaan saham DADA meledak, transaksi besar-besaran terjadi melalui mekanisme negosiasi, dan para analis mulai menghitung ulang potensi valuasi baru. Bahkan, target harga pasca-backdoor listing disebut bisa mencapai Rp 14.000 per lembar saham — sebuah kenaikan yang luar biasa.
Mengapa Perusahaan Memilih Backdoor Listing?
Ada beberapa alasan kuat mengapa perusahaan memilih jalur ini:
- Lebih cepat daripada IPO. Proses IPO bisa memakan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Dengan backdoor listing, perusahaan hanya perlu mengakuisisi emiten yang sudah terdaftar.
- Biaya lebih rendah. IPO melibatkan banyak biaya — dari konsultan, legal, hingga promosi. Backdoor listing memotong hampir seluruh biaya ini.
- Langsung mendapatkan akses ke pasar modal. Begitu akuisisi selesai, perusahaan langsung bisa menjual saham ke publik untuk mendapatkan modal tambahan.
- Menghindari birokrasi berlapis. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, regulasi IPO cukup ketat. Jalur backdoor bisa menjadi solusi jika perusahaan ingin masuk lebih cepat ke bursa.
Risiko di Balik Peluang: Sisi Lain dari Saham Backdoor Listing
Walaupun terdengar menjanjikan, backdoor listing tidak bebas dari risiko. Beberapa di antaranya:
-
Perusahaan publik yang diakuisisi bisa bermasalah. Jika entitas yang diambil alih punya catatan buruk atau utang tersembunyi, bisa jadi beban di kemudian hari.
-
Kendala dalam pengendalian bisnis. Kadang, struktur lama perusahaan tetap memengaruhi arah bisnis, terutama jika manajemen lama masih terlibat.
-
Kompleksitas regulasi lintas negara. Apalagi jika perusahaan asing masuk ke emiten lokal, bisa timbul tantangan hukum, perpajakan, dan kepemilikan.
-
Ketidakpastian pasar. Jika rumor tidak terealisasi, investor bisa mengalami kerugian besar akibat spekulasi yang berlebihan.
Ciri-Ciri Saham yang Berpotensi Mengalami Backdoor Listing
Kasus DADA memberikan gambaran nyata tentang indikator awal yang bisa diamati investor:
- Lonjakan harga tidak wajar dalam waktu singkat.
- Transaksi besar melalui pasar nego.
- Rumor masuknya investor asing atau perusahaan besar.
- Perusahaan kecil dengan struktur publik yang ‘bersih’ dan tidak terlalu aktif.
- Tidak ada sentimen fundamental yang menjelaskan kenaikan harga.
Jika kamu menemukan kombinasi dari tanda-tanda ini, bisa jadi ada aksi korporasi besar yang sedang dipersiapkan.
Perspektif Investor Asing Terhadap Saham Murah
Satu hal menarik dari kasus DADA adalah perbedaan persepsi nilai saham antara investor lokal dan asing. Di Jepang, harga saham bisa mencapai ¥4.000 atau sekitar Rp 440.000 per lembar. Bandingkan dengan DADA yang hanya Rp 25–28. Bagi investor asing, ini adalah “diskon besar-besaran”, bukan saham murahan.
Inilah sebabnya investor global kadang sangat agresif masuk ke saham seperti DADA. Mereka melihat peluang untuk melipatgandakan nilai dengan mudah, hanya dengan menyuntikkan modal, teknologi, dan reputasi.
Penutup
Strategi saham backdoor listing bukan hal baru, tapi selalu berhasil mengejutkan pasar saat diterapkan. Seperti kasus DADA, transformasi dari perusahaan kecil menjadi calon raksasa bisa terjadi hanya dalam hitungan minggu. Namun, seperti semua peluang investasi, strategi ini juga membawa risiko yang tidak boleh diabaikan.
Bagi investor, memahami konsep ini memberi keunggulan untuk mendeteksi peluang sebelum pasar bereaksi, sekaligus tetap waspada terhadap potensi spekulasi berlebihan.
Jadi, apakah saham backdoor listing cocok untuk portofoliomu? Jawabannya tergantung pada seberapa dalam kamu mengenali permainannya dan seberapa cepat kamu bisa membaca arah angin di pasar modal yang selalu berubah.
Sumber data: investor.id