Dividen BUMN Diprediksi Melonjak: Bank Pelat Merah Andalannya

dividen bumn

Tahun 2025 tampaknya akan menjadi periode emas bagi investor pemburu dividen, khususnya dari perusahaan pelat merah. Pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia menargetkan penerimaan dividen BUMN mencapai Rp140 triliun, naik tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sekitar Rp90 triliun.

Kenaikan target ini menandakan bahwa pemerintah semakin bergantung pada setoran dividen dari perusahaan negara sebagai salah satu sumber penerimaan penting di tengah proses pemulihan ekonomi nasional.

Di sisi lain, kondisi valuasi saham BUMN yang masih relatif rendah membuka peluang bagi investor untuk menikmati dividend yield tinggi. Kombinasi antara valuasi murah, profitabilitas stabil, dan peningkatan payout ratio membuat prospek dividen BUMN 2025 tampak semakin menggoda.

Prospek Cerah Dividen BUMN Tahun 2025

Danantara Indonesia memperkirakan akan mengantongi Rp140 triliun dividen dari BUMN, atau naik sekitar 55% dari tahun sebelumnya. Lonjakan ini tidak hanya mencerminkan optimisme pemerintah terhadap kinerja perusahaan pelat merah, tetapi juga menggambarkan kebutuhan negara akan tambahan dana segar di tengah tantangan fiskal dan pembiayaan proyek strategis.

Kenaikan ini turut membuka peluang bagi sejumlah BUMN untuk meningkatkan payout ratio—yakni rasio pembagian laba bersih dalam bentuk dividen—guna memenuhi ekspektasi pemegang saham sekaligus mendukung target pemerintah.



Sektor Perbankan Masih Jadi Primadona

Tidak dapat dipungkiri, sektor perbankan masih menjadi tulang punggung penerimaan dividen negara. Bank-bank pelat merah seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Bank Negara Indonesia (BBNI), dan Bank Tabungan Negara (BBTN) terus mencetak keuntungan besar yang kemudian dikonversi menjadi dividen jumbo.

  • BBRI menjadi penyumbang terbesar dengan Rp51,73 triliun atau Rp343,40 per saham untuk tahun buku 2024.
  • BMRI menyusul dengan Rp43,5 triliun atau Rp466,18 per saham.
  • BBNI membagikan Rp13,95 triliun, sedangkan BBTN menyalurkan Rp751 miliar kepada para pemegang saham.

Angka-angka ini menunjukkan bahwa bank pelat merah masih menjadi mesin pencetak kas utama bagi pemerintah, sekaligus sektor yang paling menarik bagi investor yang mengincar stabilitas dan imbal hasil dividen yang konsisten.

Faktor Pendukung Yield Dividen Bank BUMN

Menurut analis pasar modal, tingginya dividend yield dari sektor perbankan tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung utama:

  • Valuasi saham masih terdiskon, terutama dibandingkan sektor swasta yang sudah lebih premium.
  • Kinerja fundamental solid, tercermin dari pertumbuhan laba bersih dan penyaluran kredit yang terus meningkat.
  • Stabilitas ekonomi makro yang mulai pulih memberi ruang bagi bank untuk menambah cadangan modal sekaligus berbagi keuntungan dengan pemegang saham.

Dengan kondisi tersebut, dividen BUMN dari sektor keuangan masih dipandang sebagai instrumen pasif yang menjanjikan bagi investor konservatif.

Sektor Energi: Antara Tekanan dan Harapan Baru

Berbeda dengan perbankan, sektor energi khususnya batu bara menghadapi tantangan berat. PT Bukit Asam (PTBA) diperkirakan akan mencatat penurunan dividend yield di bawah 10% pada tahun 2025.
Tekanan ini muncul akibat beberapa faktor, seperti:

  • Harga batu bara global yang terus melemah, menekan margin keuntungan.
  • Biaya operasional meningkat, termasuk akibat kebijakan Harga Batu Bara Acuan (HBA) dan Harga Patokan Batu Bara (HPB).
  • Kelebihan pasokan (oversupply) yang menahan pergerakan harga di pasar domestik maupun ekspor.

Pada semester I/2025, laba bersih PTBA turun hingga 59% secara tahunan, hanya mencapai Rp833 miliar. Namun, sisi positifnya, pendapatan meningkat 4% menjadi Rp20,4 triliun, dan produksi naik 16% ke level 21,7 juta ton. Ini menandakan adanya upaya efisiensi dan perbaikan operasional yang bisa menopang kinerja jangka panjang.

Sebagai langkah mitigasi, beberapa analis menilai PTBA perlu mempercepat langkah diversifikasi ke energi terbarukan dan proyek hilirisasi batu bara. Jika strategi ini berhasil, potensi dividen BUMN di sektor energi masih bisa terjaga dalam jangka menengah, meski saat ini menghadapi tekanan profit.



Kenaikan Payout Ratio Bisa Jadi Katalis Baru

Selain faktor laba, payout ratio yang berpotensi naik juga menjadi katalis utama bagi investor pemburu dividen.
Menurut analis Infovesta, Fajar Dwi Alfian, pemerintah berpeluang mendorong kenaikan rasio pembayaran dividen pada 2025 karena dua alasan:

  • Kebutuhan fiskal meningkat untuk mendukung proyek strategis nasional dan subsidi.
  • Pemulihan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, sehingga dividen menjadi sumber dana yang lebih pasti dibandingkan penerimaan pajak.

Kebijakan ini akan membuat dividen BUMN semakin menarik bagi investor jangka panjang yang mencari arus kas stabil di tengah ketidakpastian pasar global.

Valuasi Saham BUMN Masih Murah

Selain prospek dividen yang meningkat, satu hal penting yang perlu dicermati adalah valuasi saham BUMN masih tergolong rendah.

Banyak saham pelat merah diperdagangkan di bawah nilai wajarnya (price to book value <1), menjadikannya peluang investasi menarik bagi investor yang berorientasi pada yield.

Jika nilai dividen tetap dan harga saham naik, maka dividend yield efektif bisa turun secara nominal, tetapi investor tetap menikmati capital gain dari kenaikan harga saham.



Strategi Investor Menghadapi Tren Dividen BUMN

Bagi investor ritel maupun institusi, ada beberapa strategi yang bisa diterapkan:

  • Fokus pada sektor perbankan, yang terbukti paling konsisten dalam membagikan dividen tinggi.
  • Pantau sektor energi, terutama perusahaan seperti PTBA, untuk melihat peluang rebound harga komoditas.
  • Perhatikan rasio payout dan laba bersih per saham, karena dua indikator ini paling berpengaruh terhadap yield aktual.
  • Diversifikasi portofolio, agar tidak terpapar pada satu sektor yang rentan terhadap fluktuasi harga global.

Penutup 

Secara keseluruhan, tahun 2025 menjadi momentum yang sangat menarik bagi para pemburu dividen, terutama dari emiten pelat merah. Pemerintah menargetkan penerimaan dividen hingga Rp140 triliun, sementara sektor perbankan tetap menjadi tulang punggung penyumbang utama.

Meskipun sektor batu bara menghadapi tekanan, prospek jangka panjang BUMN tetap solid berkat fundamental kuat, valuasi murah, dan potensi kenaikan payout ratio.

Dengan kombinasi faktor-faktor tersebut, dividen BUMN 2025 berpotensi memberikan hasil optimal bagi investor yang sabar dan selektif dalam memilih saham.


Sumber: bisnis.com