6 Cara Menghitung Harga Wajar Saham

cara menghitung harga wajar saham

Investasi saham bukan hanya soal ikut-ikutan tren atau mengejar cuan cepat. Di balik kesuksesan investor besar, selalu ada satu kesamaan penting: kemampuan membaca nilai wajar saham. Tanpa analisis yang tepat, membeli saham bisa menjadi perjudian, bukan investasi.

Lalu, bagaimana caranya menilai apakah sebuah saham terlalu mahal, terlalu murah, atau pas di harga wajarnya? Jawabannya ada pada analisis harga wajar saham, yang akan kita bahas lengkap dalam artikel ini, mulai dari metode paling dasar hingga pendekatan yang lebih strategis.

Kenapa Perlu Menghitung Harga Wajar Saham?

Banyak investor membeli saham hanya berdasarkan “feeling” atau sekadar ikut arus. Padahal, dengan menghitung nilai wajar, kamu bisa mengetahui apakah saham tersebut benar-benar layak dikoleksi atau justru berisiko tinggi karena sudah terlalu mahal.

Manfaat dari mengetahui nilai wajar saham:

  • Mengurangi risiko membeli saham overvalued
  • Membantu menemukan saham potensial dengan harga diskon
  • Memberikan dasar keputusan yang objektif, bukan spekulatif


Metode Terbaik untuk Menghitung Harga Wajar Saham

Ada beberapa pendekatan populer yang digunakan oleh investor berpengalaman untuk menentukan apakah sebuah saham berada pada harga yang wajar. Mari kita bahas satu per satu disertai contoh unik yang relevan.

Earning per Share (EPS): Menakar Kemampuan Untung per Saham

EPS mencerminkan seberapa besar keuntungan bersih yang dihasilkan perusahaan untuk setiap lembar saham. Ini adalah indikator fundamental yang digunakan untuk menghitung berbagai rasio lainnya, termasuk PER.

Rumus EPS:

EPS = Laba Bersih / Jumlah Saham Beredar

Contoh:

Perusahaan logistik XTRA mencatat laba bersih sebesar Rp50 miliar, dan total saham beredar 500 juta lembar.

EPS = 50.000.000.000 / 500.000.000 = Rp100

Jika harga saham XTRA di pasar adalah Rp1.000, maka PER-nya adalah 10x. Ini akan digunakan pada metode berikutnya.

PEG Ratio: Menilai Harga Saham Berdasarkan Pertumbuhan

PEG (Price/Earnings to Growth) ratio memperhitungkan pertumbuhan laba bersih tahunan, bukan hanya nilai EPS saat ini. Ini cocok digunakan untuk menilai saham growth company.

Rumus PEG:

PEG = PER / EPS Growth (%)

Contoh:

Saham TERRA memiliki PER sebesar 12x dan rata-rata pertumbuhan EPS 30% per tahun.

PEG = 12 / 30 = 0,4

Karena PEG < 1, saham ini dinilai undervalued — artinya harganya relatif murah dibandingkan pertumbuhan labanya.

Price to Book Value (PBV): Menilai Berdasarkan Nilai Buku

PBV cocok digunakan untuk menilai saham dari sisi aset dan kewajiban perusahaan, terutama bagi emiten yang belum menghasilkan laba besar tapi memiliki aset solid.

Rumus PBV:

PBV = Harga Saham / Nilai Buku per Saham

Contoh:

Perusahaan konstruksi BKON memiliki harga saham Rp420. Dari laporan keuangan, diketahui nilai bukunya Rp750 per lembar.

PBV = 420 / 750 = 0,56x

Karena nilainya di bawah 1, saham ini dianggap murah secara nilai buku. Cocok untuk strategi value investing.

Dividend Yield (DY): Menilai Keuntungan dari Dividen

Dividend Yield menunjukkan persentase keuntungan yang kamu dapatkan dari dividen, dibandingkan harga saham saat ini.

Rumus DY:

DY = (Dividen per Saham / Harga Saham) x 100%

Contoh:

Saham MINA membagikan dividen tahunan sebesar Rp75 per lembar. Harga sahamnya saat ini Rp1.250.

DY = (75 / 1.250) x 100% = 6%

DY sebesar 6% termasuk tinggi, apalagi jika perusahaan punya sejarah membayar dividen secara konsisten.

Price to Earnings Ratio (PER): Menilai Harga terhadap Laba

PER menunjukkan berapa banyak investor membayar untuk setiap satu rupiah laba perusahaan. Semakin rendah PER dibandingkan perusahaan sejenis, semakin menarik valuasinya.

Rumus PER:

PER = Harga Saham / EPS

Contoh:

Perusahaan ritel KRNS memiliki harga saham Rp1.800 dan EPS sebesar Rp150.

PER = 1.800 / 150 = 12x

Jika rata-rata PER industri ritel adalah 18x, maka saham KRNS bisa dianggap undervalued.

Margin of Safety: Keamanan dalam Investasi

Margin of Safety (MoS) adalah prinsip yang digunakan untuk mengurangi risiko jika ternyata perhitungan kita meleset. Dengan membeli saham jauh di bawah nilai wajarnya, kita menciptakan ruang aman jika skenario terburuk terjadi.

Contoh:

Setelah menghitung dengan beberapa metode, kamu menyimpulkan nilai wajar saham PTRA adalah Rp1.200. Namun kamu hanya mau membeli jika harganya Rp900 atau lebih rendah.

MoS kamu sebesar 25% — ini membuat investasimu lebih aman meski ada volatilitas pasar atau penurunan laba sementara.

Bandingkan dengan Emiten Sejenis

Satu kesalahan umum pemula adalah menganalisis saham tanpa membandingkan dengan kompetitor di industri yang sama. PER, PBV, hingga dividend yield akan lebih bermakna jika dibandingkan dengan standar sektor.

Misalnya:

  • Saham perbankan biasanya punya PER lebih rendah dibanding saham teknologi
  • Emiten komoditas bisa punya PBV di bawah 1 meski laba tinggi, karena volatilitas harga barang

Dengan membandingkan antar emiten sejenis, kamu bisa menilai apakah saham tersebut layak dikoleksi atau justru overvalued.



Penutup

Menguasai cara menghitung harga wajar saham bukan hanya soal angka-angka, tapi tentang membuat keputusan investasi yang rasional dan terukur. Dengan menggabungkan pendekatan EPS, PEG, PBV, PER, DY, dan prinsip Margin of Safety, kamu bisa membangun portofolio yang kuat dan tahan banting.

Jangan asal ikut arus atau termakan euforia pasar. Luangkan waktu untuk melakukan riset dan analisis. Karena dalam investasi saham, keberhasilan seringkali berpihak pada mereka yang sabar dan teliti, bukan yang terburu-buru.

Semoga panduan ini membantumu menjadi investor yang lebih bijak dan mandiri. Jangan lupa untuk selalu memperbarui data keuangan emiten sebelum mengambil keputusan.