BEI Bakal Ubah Aturan Free Float IPO: Ini Ulasannya!

aturan free float ipo

Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah melakukan evaluasi besar-besaran terhadap aturan terkait jumlah saham yang harus dilepas ke publik saat penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO). Salah satu poin krusial yang sedang digodok adalah perubahan dasar penghitungan free float IPO, yaitu porsi saham yang dimiliki oleh publik dan bukan pemegang saham pengendali.

Perubahan ini tidak hanya penting bagi calon emiten, tapi juga berdampak langsung pada strategi investor, karena jumlah saham beredar menentukan seberapa likuid suatu saham di pasar. Apalagi, langkah ini juga sejalan dengan upaya memperkuat transparansi dan kualitas pasar modal Indonesia.

Memahami Apa Itu Free Float IPO 

Free float IPO adalah proporsi saham yang dijual kepada publik saat perusahaan pertama kali mencatatkan sahamnya di bursa. Saham ini tidak termasuk yang dimiliki oleh pihak internal seperti pendiri, direksi, atau pemegang saham utama.

Semakin besar jumlah saham yang beredar di publik, semakin tinggi pula tingkat likuiditas saham tersebut. Hal ini sangat memengaruhi minat investor untuk membeli atau menjual saham karena lebih mudah melakukan transaksi.

Selama ini, penghitungan free float saat IPO mengacu pada nilai ekuitas calon emiten sebelum melakukan penawaran umum. Namun, nilai ini bisa berubah drastis setelah IPO. Oleh karena itu, BEI menilai sudah saatnya pendekatan lama diganti dengan yang lebih relevan, yaitu berdasarkan kapitalisasi pasar.



Perbandingan Aturan Lama dan Usulan Baru

Skema Free Float Berdasarkan Nilai Ekuitas (Aturan Saat Ini)

  • < Rp500 miliar → Wajib free float minimal 20%
  • Rp500 miliar – Rp2 triliun → Wajib free float minimal 15%
  • > Rp2 triliun → Wajib free float minimal 10%

Skema ini ditentukan sebelum perusahaan masuk ke pasar saham, sehingga tidak mencerminkan ukuran aktual perusahaan setelah IPO.

BEI mengusulkan skema baru dengan klasifikasi berdasarkan nilai kapitalisasi pasar saat pencatatan saham perdana, yaitu:

  • < Rp5 triliun → Wajib free float minimal 20%
  • Rp5 triliun – Rp50 triliun → Wajib free float minimal 15%
  • > Rp50 triliun → Wajib free float minimal 10%

Perubahan ini menciptakan pendekatan yang lebih realistis karena kapitalisasi pasar lebih mencerminkan nilai perusahaan di mata investor.

Hasil Simulasi: Free Float Bisa Naik

BEI juga telah melakukan backtesting terhadap emiten-emiten yang sudah tercatat untuk menguji dampak dari perubahan klasifikasi ini. Hasilnya menunjukkan bahwa sejumlah perusahaan yang sebelumnya hanya diwajibkan memenuhi free float 10% bisa terdorong masuk ke kategori 15%.

Artinya, jumlah saham yang dilepas ke publik kemungkinan besar akan meningkat. Ini dapat berdampak positif karena mendorong likuiditas yang lebih baik di pasar saham dan membuka peluang partisipasi investor yang lebih luas.



OJK Dukung Perubahan: Kajian Free Float Berlanjut

Tidak hanya BEI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga turut mendukung rencana perubahan ini. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Inarno Djajadi, menegaskan bahwa regulasi ini masih dalam tahap kajian, namun arah perubahannya sudah cukup jelas.

OJK bahkan mengusulkan adanya penyesuaian untuk kewajiban free float berkelanjutan (continuous obligation) bagi perusahaan yang telah melantai di bursa. Saat ini, batas minimum adalah 7,5%, dan direncanakan akan dinaikkan secara bertahap menjadi 10% dalam tiga tahun mendatang.

Keterlibatan Stakeholder Jadi Fokus

Salah satu hal penting yang perlu dicatat dari rencana ini adalah pendekatan BEI yang inklusif. Sebelum aturan baru disahkan, BEI akan terlebih dahulu meminta pendapat dari para pemangku kepentingan (stakeholder), mulai dari perusahaan, investor institusi, hingga regulator.

Langkah ini menunjukkan bahwa perubahan regulasi akan dibangun secara kolaboratif, bukan sepihak. Dengan begitu, hasil akhirnya diharapkan bisa memenuhi kebutuhan pasar tanpa membebani salah satu pihak secara berlebihan.

Apa Implikasi Bagi Emiten dan Investor?

Beberapa hal yang harus diperhatikan

Untuk Emiten:

  • Perusahaan harus menyesuaikan strategi IPO mereka jika termasuk dalam klasifikasi kapitalisasi pasar yang baru.
  • Kemungkinan meningkatnya free float berarti mereka harus melepas lebih banyak saham ke publik, yang bisa memengaruhi struktur kepemilikan dan kontrol perusahaan.

Untuk Investor:

  • Kenaikan free float berarti lebih banyak saham tersedia di pasar, sehingga memudahkan transaksi.
  • Saham dengan likuiditas tinggi biasanya memiliki spread yang lebih rendah, yang menarik bagi investor ritel maupun institusi.
  • Perubahan ini juga bisa meningkatkan transparansi dan kepercayaan pasar terhadap emiten-emiten baru.



Penutup

Rencana perubahan aturan free float IPO oleh BEI dan OJK menandai komitmen kuat dalam membangun ekosistem pasar modal yang lebih sehat dan likuid. Dengan beralih dari pendekatan berbasis ekuitas ke kapitalisasi pasar, BEI berharap dapat menghadirkan standar yang lebih akurat dalam menilai kesiapan dan skala perusahaan yang akan melantai di bursa.

Bagi calon emiten, kini saatnya mulai mempersiapkan struktur kepemilikan saham yang sesuai dengan regulasi baru. Sementara bagi investor, perubahan ini bisa menjadi peluang untuk menjangkau saham-saham IPO yang lebih transparan dan likuid. Satu hal yang pasti: regulasi yang baik adalah pondasi dari pasar yang sehat dan berkelanjutan.


Sumber data: IDX Channel