7 Saham Nikel 2025 yang Menguat di Pasar Global

saham nikel

Perdagangan saham pada Kamis, 7 Agustus 2025, memberikan angin segar bagi investor yang mengamati pergerakan saham sektor pertambangan, khususnya komoditas nikel. Meski pasar global sedang berhadapan dengan tekanan harga dan ketidakseimbangan pasokan, sejumlah emiten nikel di Bursa Efek Indonesia justru mencatatkan kinerja impresif.

Artikel ini akan mengulas daftar saham nikel 2025 yang mengalami penguatan signifikan, sentimen yang memengaruhi pergerakannya, serta analisis tambahan dari sisi permintaan dan kebijakan pemerintah. Dengan informasi ini, diharapkan investor dapat mempertimbangkan strategi investasi yang lebih matang di tengah dinamika pasar saat ini.

Daftar Saham Nikel 2025 yang Mengalami Kenaikan

Apa saja daftarnya? yaitu:

Saham NCKL Melesat Tertinggi

Emiten nikel PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) mencuri perhatian dengan kenaikan harga saham mencapai 7,33 persen ke level Rp1.025 per lembar. Volume perdagangan menyentuh angka 193,7 juta saham, dengan nilai transaksi sebesar Rp191,4 miliar. Kenaikan ini menandai antusiasme pasar terhadap prospek jangka pendek emiten ini.

Performa Emiten Lain: DKFT, INCO, dan MDKA

Tidak hanya NCKL, saham PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) juga menguat sebesar 5,59 persen, disusul oleh PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dengan kenaikan 5,40 persen. Sementara itu, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) terapresiasi 3,75 persen.

Dua emiten terakhir, INCO dan MDKA, menjadi pilihan utama analis pasar modal Michael Yeoh karena eksposur mereka yang besar terhadap komoditas nikel. Menurutnya, fundamental perusahaan dan ekspansi proyek yang sedang berjalan menjadi faktor pendorong utama.

Emiten Lain dalam Daftar Saham Nikel 2025

Daftar saham nikel yang mengalami penguatan juga mencakup:

  • PT Aneka Tambang Tbk (ANTM): Naik 2,27%
  • PT Harum Energy Tbk (HRUM): Menguat 1,15%
  • PT Timah Tbk (TINS): Terkerek naik 1,00%

Meskipun kenaikan mereka tidak sebesar NCKL atau INCO, penguatan ini menandakan adanya sentimen kolektif terhadap sektor nikel.



Sentimen Positif dari Amerika Serikat

Salah satu faktor penting yang mendorong kenaikan harga saham nikel di Indonesia adalah berita dari Amerika Serikat. Pemerintah AS melalui kesepakatan tarif resiprokal, resmi menetapkan bebas bea masuk atau tarif 0 persen bagi komoditas tembaga asal Indonesia.

Meskipun kebijakan ini secara langsung menyasar tembaga, efek domino terhadap persepsi investor cukup terasa. Komoditas tambang Indonesia dinilai semakin diterima di pasar global, dan hal ini mendorong optimisme terhadap sektor nikel yang memiliki keterkaitan dengan industri hilir seperti baterai dan kendaraan listrik.

Pernyataan dari Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM, Rosan Perkasa Roeslani, menjadi penegas bahwa strategi hilirisasi dan kerja sama internasional Indonesia terus menunjukkan hasil konkret. Hal ini menjadi sinyal positif bagi para investor yang selama ini menanti arah kebijakan yang mendukung pertumbuhan sektor tambang.

Tekanan Global Membuat Harga Nikel Terus Menurun

Meskipun saham emiten nikel menunjukkan penguatan, harga nikel di pasar global justru menurun tajam. Pada Agustus 2025, kontrak berjangka nikel jatuh ke bawah USD15.100 per ton, menghapus seluruh kenaikan sejak awal tahun.

Tren pelemahan ini sebenarnya sudah berlangsung sejak akhir tahun 2022, dan disebabkan oleh lonjakan produksi yang berlebihan, terutama di Indonesia, yang kini menjadi pemain dominan dalam industri nikel global.

Setelah Indonesia menerapkan larangan ekspor bijih nikel pada 2020, banyak konsumen global—termasuk perusahaan besar asal Tiongkok—membangun fasilitas pemurnian (smelter) di Indonesia. Hasilnya adalah ledakan kapasitas produksi, yang akhirnya menyebabkan surplus pasokan di pasar global.

Penurunan Kuota Sebesar 120 Juta Ton

Untuk menstabilkan pasar, pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dengan memangkas kuota penambangan nikel dari 270 juta ton menjadi 150 juta ton pada tahun ini. Langkah ini setara dengan pengurangan sekitar 35% dari total kapasitas yang ada.

Meski secara teori ini seharusnya membantu memperbaiki keseimbangan antara penawaran dan permintaan, reaksi pasar justru masih lemah. Harga tetap rendah karena pelaku pasar tampaknya belum melihat ancaman kekurangan pasokan dalam waktu dekat.

Stok Menumpuk di Gudang Global

Data dari London Metal Exchange (LME) mencatat bahwa stok nikel di gudang internasional naik 40.000 ton sepanjang tahun 2025, mencapai total 195.000 ton. Kenaikan ini menunjukkan kuatnya produksi, terutama dari smelter-smelter yang beroperasi di Indonesia atas kerja sama dengan China.

Fakta ini semakin memperjelas bahwa pasar nikel saat ini berada dalam kondisi kelebihan pasokan, meskipun permintaan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

Permintaan Melemah di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Dari sisi permintaan, kondisi juga belum membaik. Purchasing Managers’ Index (PMI) dari sektor manufaktur di China menunjukkan pelambatan aktivitas industri, yang artinya permintaan terhadap bahan baku seperti nikel ikut turun.

Selain itu, langkah pemerintah Tiongkok untuk membatasi kapasitas produksi baterai sebagai bagian dari strategi efisiensi energi dan pengendalian emisi, juga turut menekan potensi konsumsi nikel dalam jangka menengah.



Penutup

Melihat daftar saham nikel 2025 yang mencatatkan penguatan signifikan, bisa disimpulkan bahwa sektor ini masih menyimpan potensi meskipun harga komoditas global sedang mengalami tekanan. Investor yang ingin terlibat dalam sektor ini perlu lebih selektif dalam memilih emiten—mengutamakan perusahaan dengan strategi hilirisasi, efisiensi operasional, serta diversifikasi pasar.

Dengan kombinasi antara sentimen positif dari kebijakan global, respons pemerintah yang proaktif, dan pilihan emiten yang tepat, saham nikel masih layak dilirik dalam portofolio investasi tahun ini. Namun, kehati-hatian tetap diperlukan, terutama dalam membaca dinamika permintaan dan tren pasokan global yang dapat berubah sewaktu-waktu.